Ta`aruf

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuhu

Bismillahirramanirrahim.

Kata pepatah para aktivis dakwah kampus bilang “Tak kenal maka ta`aruf” , gak kenal, makanya kenalan….., untuk lebih akrabnya, alangkah baiknya para pembaca budiman mengenal saya terlebih dahulu. Perkenalkan nama ana Syifa Salsabila. Ana merupakan anak ke tiga dari enam bersaudara. Ana terlahir dari Orang tua yang sangat menyayangi dan menyintai ana sejak kecil hingga saat ini. Keluarga ana sangat peduli terhadap pendidikan, wabil khusus pendidikan agama menjadi prioritas utama orang tua dalam mendidik buah hatinya. Mudah-mudahan Allah senantiasa melimpahkan rahmat dan taufiqnya kepada kami sekeluarga, terutama Orang tua karena telah banyak jasa-jasa beliau terutama dalam mendidik anak-anaknya, sehingga alhamdulillah kami menjadi muslimah yang taat dan kaffah insya Allah.

Riwayat pendidikan ana, setelah menamatkan Sekolah Dasar, ana melanjutkan ke pesantren khusus putri. Karena waktu itu belum ada pendidikan Formalnya, maka ana sambil sekolah di SMP Muhammadiyah. Saat itu ana yang baru lulus SD sudah harus bisa bagi waktu antara belajar di Pesantren dan di pendidikan formal di SMP. Setelah lulus kemudian melanjutkan ke SMU N. Sejak itu ana berkeinginan untuk melanjutkan kuliah. Alhamdulillah semua pihak mendukung, dari keluarga, sekolah dan teman-teman sekelasku. Apalagi ana disekolah merupakan salah satu siswa yang selalu mendapat peringkat pertama sejak SMU dan mendapat beasiswa.

Kata sebagian orang masa-masa SMU itu adalah masa yang paling indah. Tapi bagi ana tidak, masa SMU adalah masa paling rawan, masa-masa itu adalah masa pencarian jati diri seseorang. Jika ia tidak dibekali dengan aqidah yang kuat maka ia akan cenderung mengikuti hawa nafsunya. Alhamdulillah sejak duduk dibangku SMU ana berazzam untuk tidak “pacaran”, yang mungkin di zaman ini sudah menjadi kebiasaan dan tradisi jahiliyah dikalangan muda-mudi, Na`udzubillah min dzalik. Ana senantisa berusaha untuk menjaga diri ketika bergaul (tapi bukan berarti kuper loh…..), baik disekolah maupun dikampus, karena tempat semacam ini banyak terjadi ikhtilat (campur baur antara laki-laki dan perempuan) yang memungkinkan hal-hal yang tidak diinginkan terjadi. Ada satu pengalaman di SMU yang membuat ana sangat miris hatinya, yaitu ketika menjelang UAN. Untuk siswi yang berjilbab, wajib melepas jilbabnya ketika foto untuk ijazah. Hampir 50 % teman ana berjilbab, mereka semua akhirnya rela melepaskan jilbabnya demi mendapatkan selembar ijazah, naudzubillah min dzalik. Padahal ana sudah menasihati mereka supaya mereka konsekuen dan komitmen dengan keyakinannya , tapi rupanya rasa takut (tidak bisa kerja dan tidak bisa melanjutkan kuliah) yang kuat mengalahkan rasa takutnya kepada Allah sehingga memaksa mereka untuk memperlihatkan mahkotanya yang indah terurai (yang seharusnya khusus diperlihatkan kepada suaminya kelak). Saat itu hanya ana satu-satunya siswi yang mempertahankan identitas muslimahnya (jilbab). Berkat azzam (tekad) kuat dalam hati ana untuk memegang perintah Allah dan Rasulnya, ana rela menerima konsekuensi apapun dari sekolah. Bahkan saat itu ana juga mohon bantuan kepada guru agama ana, tapi tidak membuahkan hasil. Guru agama yang ana harapkan dapat membantu juga tidak bisa berbuat banyak, karena ini sudah menjadi keputusan kepala sekolah dan bahkan keputusan Depdiknas waktu itu. Kata pihak sekolah, kalo foto ijazahnya berjilbab, nanti susah cari pekerjaan dan melanjutkan kuliah. Kata ana itu hanya omong kosong, bukankah nasib seseorang semua sudah menjadi ketentuan-Nya, apalagi kalau kita mengamalkan apa yang Allah dan Rasulnya perintahkan, ini sudah jaminan Allah pasti akan memperoleh kemudahan dalam segala hal. “Intansurullaha Yansurkum Wayustabbit Aqdaamakum” , Barang siapa yang menolong agama Allah pasti Allah akan menolongnya dan akan menguatkan tekadnya. Terbukti setelah lulus justeru ana langsung diterima disebuah PTN yang cukup terkenal di Bandung. Serentak Kepala sekolah dan guru-guru yang mendengar merasa malu, karena ternyata ancaman yang datang kepada ana waktu itu hanya omong besar. Akhirnya berkat bimbingan dari orang tua ana bisa melewati masa muda dengan tetap menjaga dan menjunjung tinggi ajaran Islam yang mulia.

Akhirnya setelah lulus dari SMU, ana mengikuti UMPTN dan alhamdulillah diterima disalah satu PTN di kota kembang, Bandung. Nah, sejak awal-awal kuliah niat ana memang cari ilmu dan pengalaman sebanyak-banyaknya. Alhamdulillah dalam waktu 4 tahun ana lulus dengan nilai yang sangat memuaskan, walaupun tidak mendapatkan predikat cumlaude (cita-cita ana)…hehehe….tapi ana bangga karena walaupun selama kuliah ana tidak hanya sibuk dan berkutat dengan mata kuliah dan tugas-tugasnya (Study oriented), namun juga ikut dalam berbagai kegiatan atau organisasi di dalam kampus maupun diluar kampus, tapi bisa meraih predikat sangat memuaskan, ini prestasi tersendiri buat ana. Melalui kegiatan organisasi inilah ana menjadi lebih dewasa dalam berfikir, bersikap, berahkaq dan mampu menyelesaikan masalah dengan bijak.

Sekarang kegiatan ana adalah mengajar di sebuah pesantren yang merupakan pesantren tempat ana menimba ilmu dahulu. Ana memang senang mengajar, sejak SMU sudah mengajar TPA hingga saat ini juga ana mengabdikan dirinya untuk kemajuan Islam wal muslimin. Mengajar itu adalah profesi yang sangat mulia. Bukankah para istri-istri nabi dan para sahabiyah juga seorang pendidik (murrabbi). Yah….bagi seorang muslimah mungkin profesi ini sangat pantas disandangnya. Apalagi kelak nanti menjadi seorang Ibu. Dalam hadist “Al Ummu Madrasatun Ula”, Seorang Ibu adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya. Sudah menjadi kewajiban bagi muslimah untuk menjadi seorang pendidik. Mudah-mudahan Allah memberikan kekuatan, kesabaran dan keistiqamahan kepada para muslimah dalam mengemban amanahnya sebagai seorang pendidik, baik dirumahnya maupun ditempat ia mengajar. Amiin. Wallahu `alam bish shawab

Wassalamu`alaikum warahmatullahi wabaratuh.